Taksonomi dan Morfologi |
|
Morfologi |
Gambar |
Akar Jenis akar pada tanaman matoa adalah akar tunggang atau akar primer, akar jenis ini dimiliki oleh tumbuhan dikotil dengan warna coklat. Jika 4 umur tanaman telah mencapai puluhan tahun, perakaran tanaman matoa dapat menembus permukaan tanah (BPTP Papua, 2014). |
|
Batang Tinggi pohon matoa berkisar 20-40 m dengan diameter batang mencapai 1,8 meter (BPTP Papua, 2014). Tumbuhan matoa memiliki batang berkambium, sehingga batang dapat tumbuh tinggi besar dan kokoh. Batang yang dimiliki oleh pohon matoa berbentuk silindris dan tumbuh secara tegak ke atas. Pada umumnya, batang tersebut berwarna putih kecokelat-cokelatan (Abidin, 2016). |
|
Daun Matoa berdaun majemuk, tersusun berseling 4 – 12 pasang anak daun. Saat muda daunnya berwarna merah cerah, setelah dewasa menjadi hijau, bentuk jorong, panjang 30 – 40 cm, lebar 8 – 15 cm. Helaian daun tebal dan kaku, ujung meruncing (acuminatus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata. Pertulangan daun menyirip (pinnate) dengan permukaan atas dan bawah halus, berlekuk pada bagian pertulangan (BPTP Papua, 2014). lebar 5 – 25 mm (Boekoesoe dan Jusuf 2015). |
|
Bunga Tanaman matoa memiliki bunga majemuk yang berbentuk corong dan terdapat di ujung batang. Bentuk tangkai bunga yaitu bulat, pendek dengan warna hijau, dan kelopak berwarna hijau. Benang sari berukuran pendek dengan jumlah yang banyak berwarna putih dan mahkota terdiri dari 3-4 helai berbentuk pita berwarna kuning (BPTP Papua, 2014). |
|
Buah Buah matoa memiliki bentuk bulat atau agak lonjong. Panjang buah ini berkisar 5-6 cm. Biji matoa berbentuk bulat dan berwarna cokelat muda. Tekstur pada buah matoa yaitu lembek dan memiliki warna putih kekuningan. Rasa buah matoa seperti perpaduan antara kelengkeng, rambutan dan durian (Abidin, 2016). |
Nama Umum dan Nama Lokal : |
Matoa dikenal dengan berbagai nama, yaitu kasai (Kalimantan Utara, Malaysia, Indonesia), malugai (Filipina), dan Taun (Papua Nugini). Sementara di Sumatera buah ini dikenal dengan nama kongkir, kungkil, ganggo, lauteneng, pakam, dan langsek anggang (Minangkabau). |
Asal Usul Spesies dan Penyebaran Tanaman : |
Tanaman yang menjadi identitas flora khas daerah papua adalah matoa yang banyak tumbuh secara liar di hutan Papua. Buah matoa memiliki bentuk menyerupai buah lengkeng dan memiliki cita rasa yang khas sehingga sering disebut sebagai lengkeng Papua oleh masyarakat luar daerah Papua (Garuda dan Kadir, 2014). |
Status Kelangkaan berdasarkan IUCN : |
Status konservasi pohon matoa berada di level “Least Concern“ (IUCN Red List, 2019). |
Syarat Tumbuh : |
Iklim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang baik adalah iklim dengan curah hujan yang tinggi (>1200 mm/tahun). Dengan suhu 22 oC – 28 oC. Matoa membutuhkan cahaya dengan intensitas cahaya yang mengenai pohon matoa berkisar antara 70 – 100%. Pohon matoa dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, mulai dari berlempung sampai berpasir, berbatu, dan berkarang dengan drainase baik sampai buruk (kadang tergenang), tetapi tumbuh baik pada daerah yang kondisi tanahnya kering (tidak tergenang) dengan lapisan tanah yang tebal. Topografi tempat tumbuh matoa bervariasi dari datar, bergelombang, maupun pada daerah berlereng dengan kelerengan landai sampai curam. Beberapa pohon tumbuh di tepi sungai atau danau yang tanahnya selalu lembab, dan di pinggir jurang (BPTP Papua, 2014). . |
Habitat : |
Matoa yang memiliki nama ilmiah Pometia pinnata merupakan salah satu tanaman dari famili Sapindaceae yang tersebar di daerah tropis, termasuk Indonesia. Tanaman matoa sudah tersebar di beberapa daerah seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Sumbawa (NTB) dan Maluku. Buah matoa memiliki rasa kombinasi antara rambutan, lengkeng dan durian menjadikan buah ini menarik banyak orang untuk mengkonsumsinya (Gunawan dan Elly, 2013). Matoa dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan warna kulitnya yaitu Emme Bhanggahe (Matoa Kulit Merah), Emme Anokhong (Matoa Kulit Hijau), Emme Khabhelaw (Matoa Kulit Kuning) dan berdasarkan tekstur daging buah dapat dibedakan menjadi dua yaitu matoa papeda dan matoa kelapa (BPTP Papua, 2014). |
Metode Perbanyakan : |
Perbanyakan dengan generatif (biji) dan vegetatif (cangkok, stek, maupun sambung) (BPTP Papua, 2014). |
Kandungan Senyawa Kimia : |
Keunggulan kandungan yang dimiliki Matoa menjadi nilai tambah pada agroindustri yaitu dengan kandungan vitamin C yang terdapat dalam buah matoa dapat menghasilkan produk baru seperti sirup (Lewikabessy et al, 2018) dan Daun matoa berpotensi dijadikan bahan dan diolah menjadi antioksidan dan anti bakteri alami (Kuspradini et al., 2016). |
Bagian yang Dimanfaatkan dan Kegunaannya : |
Daun matoa segar dan ekstrak daun matoa mengandung flavonoid, fenolik, saponin, tannin dan steroid. Kemudian buah matoa banyak mengandung vitamin A. C dan E yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh, mengatasi stress, mengurangi resiko penyakit jantung, menyehatkan kulit dan mengurangi resiko penykit kanker (Lely N. et al., 2016). Masyarakat Papua telah memanfaatkan tanaman matoa sebagai tumbuhan herbal untuk pengobatan tradisional. Pemanfaatan kulit batang matoa untuk pengobatan luka bakar dan cacar. Pemanfaatan kombinasi daun dan kulit batang matoa untuk pengobatan penyakit infeksi mulut, perut kembung, diare, disentri, penyakit nyeri tulang, otot, sendi, dan sakit kepala, demam, flu, diabetes dan penyakit bisul (Thomson & Thaman, 2006). |
Letak Koordinat : |
|
Referensi |
Balai Pengkajian Teknologi Peranian Papua. (2014). Buku Seri Tanaman Khas Papua: Matoa. Jayapura (ID). Papua. Garuda, R. S. & Kadir. S. (2014). Tanama Khas Papua Matoa (Pometia pinnata). Papua: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Hal. 1-19. Gunawan, & Elly. (2013). Sekilas Matoa dan Manfaatnya. https://www.kompasiana.com/ellygun Diakses tanggal 2 Juni 2022. Kuspradini H, Pasedan WF, Kusuma IW. (2016). Aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak daun Pometia pinnata. Jurnal Jamu Indonesia. 1(1): 2634 Lely N., Ayu M.A., dan Andrimas. (2016). Efektifitas Beberapa Fraksi Daun Matoa (Pometia pinnata Forst) Sebagai Antimikroba. STIFI Bhakti Pertiwi Palembang. 1 (1) : 51-60. Lewikabessy M.I., dan Paga O.B. (2018). Uji Pembuatan Sirup Matoa (Pometia pinnata) Skala Rumah Tangga. Program Studi Pertania. Fakultas Pertanian Universitas Kristen Papua. Halaman:1-8. Tehuayo, M. N., Hidayatussakinah, & Ulfa, N. A., (2023). Identifikasi Struktur Morfologi Tumbuhan Matoa (Pometia Pinnata) di Lingkungan Kampus Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong. Biolearning Journal. 1(10): 2406-8241. Thomson, L. A. J., & Thaman, R. R., (2006). Pometia pinnata (Tava). Species Profiles for Pasific Island Agroforesty |