Taksonomi dan Morfologi |
|
Morfologi |
Gambar |
Akar Akar lateralnya berkembang dekat permukaan tanah pada kedalaman tanah 0-30 cm. Akar lateral tumbuh pada kedalaman 0-10 cm, 26% pada kedalaman 11-20 cm, 14% pada kedalaman 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada kedalaman lebih dari 30 cm. Jangkauan akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya rumit (Lukito, 2010). |
|
Batang Batang tanaman kakao memiliki tipe percabangan simpodial, yaitu batang utama sulit dibedakan dengan cabang. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, yaitu memiliki dua bentuk cabang vegetatif. Cabang yang arah pertumbuhannya ke atas disebut orthotrop dan cabang yang arah pertumbuhannya ke samping disebut plagiotrop (Azwar, 2008). |
|
Daun Daun tanaman kakao merupakan daun tunggal (folium simplex), artinya tangkai daun tanaman kakao hanya memiliki satu helaian daun. Helai daun berbentuk bulat memanjang (oblongus), sedangkan tangkai daunnya memiliki bentuk silinder, bersisik halus, pangkal membulat, dan ujung runcing. Daun memiliki panjang 10-48 cm dan lebar 4-20 cm (Kurniasih et al., 2011). |
|
Bunga Bunga tanaman kakao tergolong sebagai bunga sempurna yang memiliki 5 lembar kelopak daun (calyx) dan 10 helai benang sari. Bunga tanaman kakao berdiameter 1,5 cm dan disanggah oleh tangkai bunga dengan panjang 2-4 cm. Bunga tanaman kakao tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun batang dan cabang atau dapat disebut caulifflora. Lokasi tumbuh bunga semakin lama akan semakin membesar dan menebal menyerupai bantalan (Lukito, 2010). |
|
Buah Buah kakao merupakan buah yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah kakao memiliki 10 alur dengan ketebalan 1-2 cm dan panjang 10-30 cm. Buah kakao ada yang berwarna hijau muda, hijau tua, dan merah saat muda, serta kuning hingga jingga setelah buah masak (Siregar dan Syarif, 1989). |
Nama Lokal : |
Pohon Cokelat (Nizori et al., 2011) |
Asal Usul Spesies dan Penyebaran Tanaman : |
Tanaman kakao berasal dari hutan tropis Amerika Tengah dan di Amerika Selatan bagian Utara. Penduduk yang pertama membudidayakan serta menggunakan tanaman kakao sebagai bahan makanan dan minuman adalah Suku Indian Maya dan Suku Aztek. Tanaman kakao diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1560 oleh orang Spanyol di Minahasa dan Sulawesi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2010). |
Status Kelangkaan berdasarkan IUCN : |
Status konservasi tanaman kakao berada di level stable (IUCN Redlist, 2020). |
Syarat Tumbuh : |
Tanaman kakao sebaiknya diberi pelindung. Jika tidak, tanaman kakao akan memiliki batang kecil, daun sempit dan relatif pendek (Samudra, 2005). Curah hujan ideal bagi pertumbuhan tanaman kakao, yakni berkisar 1.100-3.000 mm per tahun, sedangkan temperatur yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kakao, yaitu 300-320C (maksimum) dan 180-210C (minimum) (Lukito, 2010). Tanaman kakao memiliki akar tunggang, sehingga membutuhkan ruang tumbuh yang leluasa agar akar tidak kerdil dan bengkok. Tanah yang sesuai bagi tanaman kakao, yaitu pasir 50%, debu 10-20%, dan lempung 30-40%. Tekstur tanah tersebut akan memiliki kemampuan menahan lengas tanah yang tinggi dan sirkulasi yang baik. Tanaman kakao dapat tumbuh baik pada tanah dengan kisaran pH 6,0-7,5 paling tidak pada kedalaman tanah 1 meter. Hal ini karena terbatasnya kesediaan unsur hara pada pH rendah (Fauzi et. al, 2004). Tanaman kakao membutuhkan tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi. (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). |
Habitat : |
Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, dan suhu sepanjang tahun relatif sama (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). |
Penyebaran Tanaman : |
Kakao sendiri adalah tanaman asli Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara (Kolombia, Ekuador, Venezuela, Brasil, Guyana, Suriname, dan Guyana Prancis). Ini juga telah diperkenalkan sebagai tanaman pangan ke banyak negara tropis Afrika dan Asia. |
Metode Perbanyakan : |
Perbanyakan dengan generatif (biji) dan Perbanyakan tanaman kakao secara vegetatif dapat dilakukan melalui setek (cutting), cangkok (layering), penyambungan (grafting), okulasi (budding), dan kultur jaringan (Limbongan dan Limbongan, 2012). |
Kandungan Senyawa Kimia : |
Tanaman kakao mengandung berbagai senyawa polifenol, sekitar 60% total polifenol dalam biji kakao adalah monomer-monomer flavanol (epikatekin, katekin) dan oligomer prosianidin (dimer dan dekamer) dengan konsentrasi yang bervariasi. Komponen senyawa ini mempunyai aktivitas antioksidatif yang kuat dengan sifat-sifat fisiologis yaitu menghambat aktivitas α-amilase, α-glukosidase. Pada ekstrak polarnya juga menunjukkan sifat anti-diabetes terhadap hewan uji dan bersifat sebagai insulin-mimetic agent (Nur Fitriani et al., 2020). |
Bagian yang Dimanfaatkan : |
Seluruh bagian buah kakao dapat dimanfaatkan, yaitu sebagai bahan pangan, pupuk organik, pakan ternak, dan bahan bakar. Biji kakao dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan minuman. Biji kakao juga mengandung senyawa polifenol dari jenis flavanol dan flavonol yang berperan dalam kesehatan. Kulit buah kakao dapat diolah menjadi pupuk organik, pakan ternak, dan biogas, sedangkan pulp buah kakao dimanfaatkan dalam pembuatan nata de cocoa (Djaafar et al., 2014). |
Kegunaan : |
Biji kakao (biji kakao kering dan terfermentasi) memiliki 45-53,2% lemak dalam bentuk cocoa butter (juga dikenal sebagai theobroma oil) yang terdiri dari berbagai asam lemak. Biji kakao mengandung hingga 10% fenol dan flavenoids yang merupakan antioksidan yang berpotensi menghambat kanker atau penyakit kardiovaskular, serta potasium, magnesium, kalsium dan zat besi. Selain itu, mereka mengandung 1-3% theobromine dan kafein, alkaloid yang merangsang sistem saraf pusat. Kafein memiliki efek positif pada kewaspadaan mental, misalnya saat dikonsumsi dalam minuman berkafein. |
Letak Koordinat : |
|
Referensi |
Azwar. (2008). Teknologi Budidaya Kakao. Jakarta: Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Tanaman Unggulan Perkebunan. Jakarta: Departemen Pertanian. Djaafar, T., & Hatmi, R. (2014). Pemanfaatan Buah Kakao sebagai Bahan Baku Bioindustri di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 33(2), 69-78. Fitriani, N., Yusuf, M., Pirman, M., Syahriati, & Rahmiah. (2020). Physicochemical, Antioxidant, Sensory Properties of Choclate Spread Fortified with Jackfruit Flour. Food Research, 4(6), 2147-2155. IUCN;. (2017). The IUCN Red List of Threatened Species. Kurniasih, S., Rubiyo, Setiawan, A., Purwantara , A., & Sudarsono. (2011). Analisis Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kakao Berdasarkan Marka SSR. Jurnal Littri, 17 (4), 156-162. Limbongan, J., & Limbongan, Y. (2012). Petunjuk Praktis Memperbanyak Tanaman secara Vegetatif (Grafting dan Okulasi). UKI Toraja Press. Lukito. (2010). Budidaya Kakao. Jakarta: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Nizori, A., Tanjung, 0., Ulyarti, U., Arzita, A., Lavlinesia, L., & Ichwan, B. (2021). Pengaruh Lama Fermentasi Biji Kakao terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan 0rganoleptik Bubuk Kakao. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 9(2),129-138. Prawoto, A. A., & R., E. (2008). Potensi Budidaya Kakao Untuk Pembangunan Ekonomi di Aceh Barat. Jakarta: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia . Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. (2010). Buku Pintar Budidaya Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. (2004). Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka. Samudra, U. (2005). Bertanam Cokelat. Jakarta: PT. Musi Perkasa Utama. Siregar, & Syarif, T. H. (1989). Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Cokelat. Jakarta: Penebar Swadaya. |